Selasa, 21 September 2010

warisan untuk anak cucu ku

dalam beranda kata
di antara persimpangan dari lonjakan zaman
ketika seorang bocah merengek di tetek ibunya
yang sedang menikmati susu yang sudah terkontaminasi

dari perasan ayah saat malam
atau dari sisa-sisa debu jalanan yang menghampirinya

kerindangan dalam suasana kesejukan menjadi pertanyaan
saat harapan akan nyanyian burung-burung di atas dahan di tebas sang makelar.


dimana langkah pasti dari ayam jantan?
dimana riak merdu dari gemericik hujan?
biru ataukah hijau yang menjadi dambaan
di selewengkan dalam meja jamuan?

bisik dari para pengepul birokrasi
tentang lahan yang di garap menjadi ladang teknologi

lengking resah pengeruk tanah
lari pasti para penghuni rimba
serta seret lesuh dari kaki-kaki yang terkubur dalam ladang

lalu berlari seorang anak ke pangkuan abah
seketika cerita tentang biru laut menjadi bualan semata
karna tak dapat lagi membuktikan akan rindang pohon di bibir pantai

lagi merengek bocah dengan satu pinta
abah mana warisan yang kamu janjikan?
kami baru saja terlahir sudah terbelit hutang
kami baru saja ingin menghirup udara segar sudah tercemar polusi
kami ingin menikmati bening air kali
limbah dan sampah tersebar tak terkendali
kami ingin tertidur di taman
di bekuk oleh oknum-oknum bertameng belati

nyanyian burung camar di gerbang istana
tak goyahkan proyek pembangunan dan penggusuran semata
menutup mata akan lingkungan sekitar
toh rumah ku tak tercium libasan banjir

kembali sang tua menarik pedati
menuju sebuah lentera hati
mengais sisa-sisa makanan dari sisi jalan
di kumpulkan dan di masukkan pada tempat yang sepatutnya
tak banyak yang ia pikirkan akan terjangan cacian akan dirinya
"hanya ingin memberi kehidupan layak untuk anak cucunya kelak"

maafkan abah nak bila kami tak bisa memberi kemewahan seperti orang gedongan di sana
hanya sebaris ladang dan rindang pohon jalan yang bisa abah persembahkan untuk mu
yang mungkin kelak akan menjadi tempat mu berlindung dari penat polusi
mungkin yang kalian butuhkan limpahan materi
namun abah hanya bisa memberi hutan rimaba dengan nuansa desa
walau terjepit di antara kumpulan pemikiran-pemikiran kota



buat pementasan di acara penyuluhan lingkungan hidup di jawa barat....

8 komentar:

  1. kereeeeen....

    kalo ada video nya di upload yah ^^

    BalasHapus
  2. menyimak kawan ^_^...anda sendiri bagian dari warisan,

    BalasHapus
  3. betapa susahnya hidup sederhana...ya..penginnya semua di gedongan..sehingga segala cara dilakukan....nice puisinya..

    BalasHapus
  4. ditunggu ceritanya pak ^^

    setuju sama inge kalo ada video pementasannya di upload ya :)

    BalasHapus
  5. Inilah realita....

    Semoga sukses acaranya ya mas :)

    BalasHapus
  6. jadi knagen kampuung
    :D

    makasih yah mas...

    BalasHapus
  7. all : insya allah nanti kalo foto atau video nya ada di posting langsung dech....
    dan terimakasih atas doa nya...

    BalasHapus