aku bermimpi...semalam aku bermimpi....memimpikan untuk meninggalkan dunia ku sekarang dan berkemas menuju dunia ku yang baru...aku merasa bahagia ketika di mimpi semalam, dan baru kali itu aku bermimpi tentang hidup yang tenang dan penuh dengan canda riang.."cerita kawanku di saat senja" sambil berlari kecil menghampiri ku yang sedang asik menikmati lintingan tembakau..
coba atur dulu nafas mu, kemudian tenangkan diri, dan lalu mulai bercerita dengan tenang biar aku pun tak ragu mendengarkannya. saran ku kepada sang kawan yang berlari dengan amat semangat
entah dari mana datang nya, semalam aku bermimpi, aku tak lagi seperti saat ini, aku terllihat bahagia dan aku menjadi diri ku sendiri saat di mimpi semalam.
aku tak kerja ..
tapi karyaku yang bekerja...
aku tak harus bangun pagi..
tapi karya ku yan selau menyediakan koi ketika aku terbangun...
aku rasa aku akan bergegas sekarang, karna aku yakin mimpi ini nyata adanya, dan itu yang selallu aku inginkan dari dulu
tapi maaf sobat aku potong sebentar...
sebenarnya yang kamu hadapi sekarang adalah mimpi ku dulu, kkini aku sedang dan sudah menjalaninya...
dan maaf sobat
kini aku bukan lagi pemberi inspirasi, karna kebutuhan memaksaku untuk menninggal kan dunia yang akan kamu baru mulai ingin geluti...silahkan menjalani kawan
karna aku sekarang pekerja, bukan pembawa berita tentang hari indah pada sang ayam jantan
mungkin kalian bertanya ada apa dengan pak tani yang seringkali melamun di tengah padang ilalang? mengapa iya selalu menyapa sapi-sapi gembala nya.tak pernah lain dan tak juga bukan karna mimpi tak dapat di beli. sedang untuk makan sehelai ilalang saja dia harus terus berjalan berkilo-kilo meter jauhnya. tapi banyak juga yang tak pernah mengerti siapa pak tani ini
Rabu, 07 April 2010
puisi BERANTAI
bergerak....
tidak aku masih ingin tidur
bangun
tidak ayam jantan belom mengabarkan datang pagi
cepat bergegas
malas masih enak memeluk guling dan bantal
ah kau pemalas
bukan aku seorang pemimpi yang hidup penuh kreasi
ya sudah segera cuci muka dan lalu gosok gigi
ah tak mandi ataupun mandi pun tetap aku akan selalu terlihat seperti itu
tak ada bedanya
ah kamu....
uh mengganggu saja mimpi orang....
mana puisinya?
sudah aku tulis dalam mimpi ku barusan
dengan latar-latarnya juga tak lupa aku gambarkan
sekarang mana??????
iya tunggu sebentar, aku mau seduh dulu kopi dan melinting tembakau dulu...
begini....
untuk yang berjasa di tengah suasana yang serba kekurangan
untuk mereka yang bisa menikmati ikan teri hanya 1 bulan sekali
menjerit di tengah ladang
terjepit antara harapan dan tunggakan makelar
yang terpentok di sudut yang semakin menyudutkan
kami kecil
tapi kami tak kerdil
kami jorok
tapi kami tak hina
atas dasar nama kampung tengah
antara jeritan cacing dan bakteri lainnya
yang terhimpit di antara usus 12 jari
dan saluran lambung
jangan kalian gelar konser di sana
karna sampai kapan pun takkan ada yang akan mendengar kalian...
wahai burung pemakan bangkai
jangan pernah hinggap disini
jangan kalian gerogoti luka kami
kami tak ingin luka di kaki kami harus di amputasi
dari mana nanti biayanya
bukan untuk menangis dan merenung
karna malam pun kami harus memikirkan makan apa kami sekarang dan esok pagi?
apa harus kami rebus belatung yang menempel di celah-celah jari kaki kami
atau menggodok bakteri yang kami pelihara di dalam tubuh kami???
ini merah putih
tempat tumpah darah dan menumpahkan darah
begitu alunan bait dalam sajak lagu negara pertiwi
mewah menjadi putih
langkah pembawa pacul yang semakin merah
mereka menyia-nyiakan sebutir nasi di meja jamuan
sementara kami memakan batu yang kami pepes agar menjadi ubi rebus
berpesta pora di tengah lapar yang meradang
sementara kami membiarkan belatung menghujam jantung kami
lihat...
mana yang harus ku lihat...
itu...
ah sudah biasa itu hanya boneka penusir hama...
bukan yang itu...
lalu yang mana?
itu yang bersembunyi di balik riak gelombang
ah itu sudah tak pernah lagi di hiraukan oleh mereka
ibu pertiwi menangis
melihat merah putih terbalut jasat petani
yang sedang di santap burung pemakan bangkai
dengan amat beringas mencabik-cabik merah putih
agar mendapatkan daging segar dari jasad mayat yang baru saja mati
kami yang memberi kalian makan
tapi kami sendiri yang dimakan...
maaf ibu pertiwi
air matamu tak dapat hentikan mereka
yang selalu bersulang di tengah kerumunan nafsu dunia
tidak aku masih ingin tidur
bangun
tidak ayam jantan belom mengabarkan datang pagi
cepat bergegas
malas masih enak memeluk guling dan bantal
ah kau pemalas
bukan aku seorang pemimpi yang hidup penuh kreasi
ya sudah segera cuci muka dan lalu gosok gigi
ah tak mandi ataupun mandi pun tetap aku akan selalu terlihat seperti itu
tak ada bedanya
ah kamu....
uh mengganggu saja mimpi orang....
mana puisinya?
sudah aku tulis dalam mimpi ku barusan
dengan latar-latarnya juga tak lupa aku gambarkan
sekarang mana??????
iya tunggu sebentar, aku mau seduh dulu kopi dan melinting tembakau dulu...
begini....
untuk yang berjasa di tengah suasana yang serba kekurangan
untuk mereka yang bisa menikmati ikan teri hanya 1 bulan sekali
menjerit di tengah ladang
terjepit antara harapan dan tunggakan makelar
yang terpentok di sudut yang semakin menyudutkan
kami kecil
tapi kami tak kerdil
kami jorok
tapi kami tak hina
atas dasar nama kampung tengah
antara jeritan cacing dan bakteri lainnya
yang terhimpit di antara usus 12 jari
dan saluran lambung
jangan kalian gelar konser di sana
karna sampai kapan pun takkan ada yang akan mendengar kalian...
wahai burung pemakan bangkai
jangan pernah hinggap disini
jangan kalian gerogoti luka kami
kami tak ingin luka di kaki kami harus di amputasi
dari mana nanti biayanya
bukan untuk menangis dan merenung
karna malam pun kami harus memikirkan makan apa kami sekarang dan esok pagi?
apa harus kami rebus belatung yang menempel di celah-celah jari kaki kami
atau menggodok bakteri yang kami pelihara di dalam tubuh kami???
ini merah putih
tempat tumpah darah dan menumpahkan darah
begitu alunan bait dalam sajak lagu negara pertiwi
mewah menjadi putih
langkah pembawa pacul yang semakin merah
mereka menyia-nyiakan sebutir nasi di meja jamuan
sementara kami memakan batu yang kami pepes agar menjadi ubi rebus
berpesta pora di tengah lapar yang meradang
sementara kami membiarkan belatung menghujam jantung kami
lihat...
mana yang harus ku lihat...
itu...
ah sudah biasa itu hanya boneka penusir hama...
bukan yang itu...
lalu yang mana?
itu yang bersembunyi di balik riak gelombang
ah itu sudah tak pernah lagi di hiraukan oleh mereka
ibu pertiwi menangis
melihat merah putih terbalut jasat petani
yang sedang di santap burung pemakan bangkai
dengan amat beringas mencabik-cabik merah putih
agar mendapatkan daging segar dari jasad mayat yang baru saja mati
kami yang memberi kalian makan
tapi kami sendiri yang dimakan...
maaf ibu pertiwi
air matamu tak dapat hentikan mereka
yang selalu bersulang di tengah kerumunan nafsu dunia
Langganan:
Postingan (Atom)