Rabu, 23 Juni 2010

sajak masa transisi

berjalan menghindari paku" yang tak nampak
tersebar bebas
berkeliaran tanpa batas...
selalu meraba dan tak dapat berkata
untuk berteriak mulut terbungkam
karna aku, saya dan kami sedang melakukan unjuk rasa
dengan menjahit mulut kami

aku di gelandang paksa
aku di lempar ke luar dengan keji
lalu di masukkan dalam lubang kegelisahan sejuta pemikir

di sini
di rumah yang berwarna putih
keluh kami tergores di dinding nya
resah kami tersayat di dalam nya

teriak kami jadi cahaya matahari
untuk menghibur hati yang tak lagi dapat menonton sinetron

hidangan belatung selalu kalian sajikan setiap pagi
sedang siang harinya
kencing babi hutan harus terpaksa kami tenggak
agar tak dehidrasi kami

jogja. banten. aceh dan karawang
kami di tendang dan di gelandang
naik turun mobil bersuara bising dengan tubuh terikat karung

sampai akhirnya hari itu tiba
ketika kami dapat membuat lubang menjadi mengaga
dan keluar dari liang tinja
kemudian memberondong kalian dengan lemparan tulang belulang dari sahabat kami
yang mati karna konspirasi dan permainan onani antara menir dan noni

sajak untuk anak ku

tertidur berbantal keluh
keluh resah dari seorang anak
yang mimpinya terlindas buldoser pematang sawah
merubah lapang menjadi kerikil panas

dekap sini sayang
lari kepangkuan abah dan ambu
sini duduk manis sayang
akan kami carikan kutu" di rambut mu
sambil kita hisap cerita tentang capung dalam sarang

ada apa dengan telapak kaki mu
mengapa hiasan luka semakin sering menyambangi tubuh mu
kering kerontang kami bak ladang yang tak di sambangi air saat hujan

makan lah apa yang ada nak
jangan paksa abah dan ambu mencuri nasi dari tong sampah sebrang jalan
makan keringat dan angin saja kita sudah terbiasa
dan sering membuat kita kenyang selama ini