satu lagi kabar duka dari sebuah surat kabar
menceritakan tentang yang ganas dan yang tertindas
mungkin matahari sudah menyentuh bumi dengan sangat amat dekat jarak nya
sehingga titik didih pada diri kadang melonjak-lonjak
memaksa para pembajak sawah untuk menjual lahan nya
dan memberi kesempatan bagi para babi hutan untuk menghancurkan nya
lebih sakit lagi tentang cacing yang sering melakukan konser dalam ladang gersang yang sedang terbaring di tanah makam nya.
menunggu mati saja dia harus sesulit ini
bagaimana dia bisa bersahabat dengan cumbuan kemewahan?
serakah..
ya memang benar adanya
otak kita telah terasah belati
yang setiap menit dipaksa untuk menonton tayangan yang basi
demi ketenaran dan kejayaan semata..
lalu mengapa tak kau beri nama anak mu JAYA saja?
hah dunia.
kasihan tubuh renta ini terus di gali
entah sebenarnya mencari ujung yang seperti apa
sedang kan kita sebenarnya satu nadi
satu poros
dan satu tanah
juga satu tumpahan air
tapi mengapa kita menganggap hama pada siapa saja yang memandang...
rusak rupanya kali ini
belatung pun sebenarnya sudah enggan hinggap di sini
mungkin bila dia bisa berkata
" aku sudah terlalu gembul menggerogoti tubuh untuk yang keseribu kali mati karna emosi, konspirasi dan pergolakan dalam onani "
mungkin kalian bertanya ada apa dengan pak tani yang seringkali melamun di tengah padang ilalang? mengapa iya selalu menyapa sapi-sapi gembala nya.tak pernah lain dan tak juga bukan karna mimpi tak dapat di beli. sedang untuk makan sehelai ilalang saja dia harus terus berjalan berkilo-kilo meter jauhnya. tapi banyak juga yang tak pernah mengerti siapa pak tani ini
Minggu, 13 Juni 2010
L.#1
saat kamu datang menyapa
aku berlari menjauh
takut-takut kala itu datang lagi
karna aku sudah sakit terpenjara dalam rasa
tak ingin ku lihat pelangi
karna mencumbumu hanya lah bayang
tak beda jauh dengan mengharapkan pusara air di padang oase
mati...
mungkin tak jauh beda itu
karna memang benar adanya aku kini sedang mengenakan baju serba hitam
berkabung dan sedang menguburkan diri dalam lubang semut
aku berlari menjauh
takut-takut kala itu datang lagi
karna aku sudah sakit terpenjara dalam rasa
tak ingin ku lihat pelangi
karna mencumbumu hanya lah bayang
tak beda jauh dengan mengharapkan pusara air di padang oase
mati...
mungkin tak jauh beda itu
karna memang benar adanya aku kini sedang mengenakan baju serba hitam
berkabung dan sedang menguburkan diri dalam lubang semut
Label:
pelangi di sore hari,
puisi,
tentang cinta
Langganan:
Postingan (Atom)